Wartapacitan.com | PACITAN – Sejak adanya aturan baru, urusan pertambangan kini ada ditangan gubernur, bukan lagi bupati atau wali kota.
Aturan baru yang dimaksudkan tercatat dalam Surat Edaran Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral No 04.E/30/DJB/2015 tentang Penyelenggaraan Urusan Pemerintahan di Bidang Pertambangan Mineral dan Batu Bara.
Surat edaran ini merujuk pada UU 23/2014 tentang pemerintah daerah. Poin penting dalam aturan tersebut antara lain bupati atau wali kota tidak lagi mempunyai keweangan dalam penyelenggaraan urusan pemeritahan di bidang pertambangan mineral dan batu bara terhitung sejak tanggal 2 Oktober 2014. Pada dasarnya soal pertambangan bukan lagi kewenangan pemkab, tapi ada pada gubernur sejak UU itu diberlakukan.
Baca Juga :
Menyikapi hal itu, pemkab bakal menghapus beberapa wilayah pertambangan rakyat (WPR) khususnya di kawasan sungai. Rencana itu mendapat dukungan wakil rakyat dengan pertimbangan mengurangi permasalahan pertambangan skala kecil dengan komoditas terbatas seperti tanah uruk, pasir, sirtu dan tanah liat.
Ketua komisi I DPRD Pacitan Heru Setyanto mengatakan, berdasarkan laporan Dinas Pertambangan dan Energi (Distamben) saat rapat dengar pendapat, penertiban penambangan rakyat khususnya penyedotan pasir di sepanjang Sungai Grindulu beberapa kali sudah dilakukan. Karena aktivitas tersebut berdampak makin keruhnya air sungai, juga longsor di sejumlah ruas jalan yang berada di bantaran sungai.
Merujuk data Distamben setempat, lanjutnya, kegiatan penyedotan pasir mencakup wilayah Sungai Grindulu dan Lorok banyak yang masih ilegal karena belum memiliki izin pertambangan rakyat. Di wilayah Tegalombo dan Arjosari misalnya, dampak dari aktivitas pertambangan rakyat mengakibatkan sejumlah jalan dan fondasi jembatan rusak karena longsor yang dipicu kegiatan penambangan rakyat.
Heru mengungkapkan, sebelumnya masalah pertambangan di Pacitan menjadi perhatian publik setelah dua lokasi penambangan pasir di Desa Tambakrejo, Kecamatan Pacitan serta Desa Kebondalem, Kecamatan Tegalombo ditertibkan polisi. Alasannya, karena izin operasional penambangan di dua tempat tersebut hanya sebatas izin normalisasi sungai. Namun pada praktiknya proses penambangan di Desa Tambakrejo dan Desa Kebondalem yang menggunakan alat berat itu hasilnya dikomersilkan. (her/yup/rwp001)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar