Wartapacitan.com | PACITAN - Ahli Paleotsunami dari Brigham Young University, Amerika Serikat, Professor Ronald Albert Harris melakukan penelitian terkait gempa bumi dan tsunami di Kabupaten Pacitan.
Professor Ronald Albert Harris mengatakan, gempa bumi besar terkahir kali melanda Pacitan tahun 1859. Selama 170 tahun berikutnya tidak terjadi gempa serupa di daerah ini. Padahal, dalam rentang 150 tahun biasanya gempa berskala besar selalu terjadi di satu tempat yang sama.
Sementara, di kawasan lain di Pulau Jawa, gempa besar cenderung terjadi tiap 3 hingga 4 tahun. Adapun gempa Jogja tahun 2006, menurut peneliti tsunami tersebut, hanyalah awal dari gerakan lempeng Indoaustralia.
[Baca Juga : Anggaran Kurang, Tidak Semua Jembatan Gantung Diperbaiki]
[Baca Juga : Anggaran Kurang, Tidak Semua Jembatan Gantung Diperbaiki]
"Kami tidak tahu kapan pastinya. Tapi kami tahu dimana. Kami tahu Pacitan, Jogja, teluk selatan akan terjadi gempa. Kami tidak tahu kapan. Mungkin hari ini, mungkin dua puluh tahun yang akan datang," katanya seperti dilansir Humas Pemkab Pacitan.
Fakta itu mengingatkan warga di sepanjang pesisir selatan Pulau Jawa lebih waspada terhadap ancaman gempa dan tsunami. Salah satunya dengan konsep 20-20-20. Artinya, jika terjadi gempa di atas 20 detik, warga memiliki waktu 20 menit untuk menyelamatkan diri ke lokasi setinggi 20 meter atau lebih. Pola pengurangan risiko bencana ini sedang disosialisasikan ke sejumlah elemen di Kota 1001 Gua.
Selama berada di Kabupaten Pacitan, tim ahli dari Amerika Serikat yang hadir bersama akademisi salah satu perguruan tinggi di Yogyakarta dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) mengadakan penelitian terkait material bekas tsunami.
Selain itu, bersama pemerintah daerah mereka melakukan kampanye mitigasi bencana tsunami dengan konsep 20-20-20 ke sejumlah sekolah, organisasi kemasyarakatan, serta pemangku kepentingan lain. (Pur/Riz/rwp001)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar